Sabtu, 15 Agustus 2009

Asuransi

Latar Belakang

Asuransi yang merupakan :
Salah satu sektor pembangunan yang sedang mendapat perhatian besar dari pemerintah.
Sektor pembangunan yang sangat potensial untuk dapat diintegrasikan dengan kehadiran teknologi informasi.
Kualitas manajemen dalam mengelola perusahaan sangat menentukan kemajuan perusahaan.


Tahap ekonomi era globalisasi berdasar kepada:
 pengetahuan (knowledge based)

 berfokus pada informasi (information focused)

 sehingga telekomunikasi dan informatika memegang peranan sebagai teknologi kunci (enabler technology)

Berbagai jenis yang berbasis pada teknologi ini dikenal dengan:
 E-Government
 E-Commerce
 E-Education
 E-Medicine
 E-Laboratory
 dan lainnya, yang kesemuanya itu berbasis pada SIM

Dengan memanfaatkan teknologi informasi, kita dapat:
 Meningkatkan Kinerja
 Mempercepat Berbagai Kegiatan
 Menghasilkan Informasi Yang Cepat, Tepat Dan Akurat
 Meningkatkan Produktivitas.

Langkah-langkah dalam merealisasi Sistem Informasi Manajemen Asuransi, diantaranya:
 Pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen asuransi secara menyeluruh.
 Analisa kebutuhan aplikasi pada setiap bagian /unit kerja.
 Analisa kebutuhan dan penempatan perangkat keras/ komputer di setiap client unit.
 Menyiapkan kebutuhan perangkat keras/ komputer untuk client unit.
 Menyediakan dan melakukan pemeliharaan jaringan informasi asuransi
 Menyediakan dan melakukan bimbingan penggunaan aplikasi untuk 15 kantor cabang
 Pemeliharaan dan pengembangan aplikasi.
 Pengembangan sumberdaya tenaga khusus IT.
 Mengevaluasi sistem informasi asuransi.

Selasa, 11 Agustus 2009

REVOLUSI PENDIDIKAN INDONESIA

REVOLUSI PENDIDIKAN INDONESIA


“Kita tidak bisa memiliki pendidikan tanpa Revolusi, Kita telah mencoba Pendidikan Damai selama seribu sembilan ratus tahun. Mari kita coba revolusi dan kita lihat apa yang dapat dilakukan sekarang !!!”
- Hellen Keller -




Memasuki tahun ajaran baru, senyuman bahagia nampak dari wajah-wajah polos tunas-tunas bangsa terutama bagi mereka yang telah diterima di sekolah atau PTN favorit di kotanya atau bahkan di

Indonesia

. Jerih payah masalalu sudah terlupakan dan menjadi kenangan manis untuk merangkai cita dan impian di masa depan. Kebahagiaan terdalam juga dirasakan oleh orangtua siswa/siswi, melihat buah hatinya dapat memperoleh kesempatan untuk mengenyam pendidikan di sekolah negeri /PTN favorit di

Indonesia

. Namun kebahagiaan itu harus bertekuk letut pada realitas yang ada. Krisis moneter 1998 yang lalu masih menyisakan permasalahan yang terus menghantui dunia pendidikan di

Indonesia

. Garis liner yang dijejalkan kaum kapitalis bahwa Pendidikan erat dengan kualitas dan kualitas identitik dengan kata mahal masih menjadi opini yang dimaklumi dimasyarakat, belum lagi masalah kurikulum dimasuki kepentingan politik dan kekuasaan, sistem pendidikan yang tidak jelas falsafah, tujuan, sistem, metodologinya dan menejemen pendidikan yang tidak ditangani dengan professional, semua itu menambah suramnya dunia pendidikan di Indonesia. Proses berbanding lurus dengan hasil. Jika prosesnya buruk, jangan pernah berharap mendapatkan hasil yang baik kecuali mengharap datangnya mukzizat dari Tuhan. Hasil dari pola pendidikan semerawut khas gaya Indonesia hanya mampu menghasilkan generasi ‘kacung’ dengan daya kualitas SDM yang semakin turun, daya saing yang rendah dan mentalitas yang lemah. Refleksi dari ini semua adalah sebuah bentuk keprihatinan yang mendalam bagi dunia pendidikan di

Indonesia

.




Menilik sejarah pendidikan

Indonesia

sejak zaman sejarah hingga saat ini ternyata pola “sejarah selalu berputar” kian nyata dan realitasnya dapat dilihat saat ini. Pada masa raja-raja berkuasa, hanya calon raja-raja dan bangsawan yang berhak mengenyam pendidikan untuk bekal mereka dalam memerintah negeri. Pendidikan menjadi sesuatu yang sangat berharga pada masa itu meskipun pendidikan yang dimasud hanya berorientasi untuk meningkatkan kekuatan fisik dan pengelolaan administrasi negara dalam ruang lingkup yang masih sangat sederhana. Hal ini terulang kembali pada masa penjajahan. Pada masa Belanda berkuasa di Indonesia Kelas social di bagi tiga yaitu Kelas bangsa Asing-Eropa, Kelas Bangsa Asia-Timur tengah dan yang menempati kelas terbawah adalah bangsa Pribumi Hindia Belanda. Hanya anak-anak Asing-Eropa dan bangsawan yang dapat menikmati pendidikan sedangkan rakyat jelata harus menerima takdir sebagai kaum yang lemah, tertindas dan tak berpendidikan. Kesadaran bahwa Pendidikan dapat memajukan suatu bangsa mulai dirasakan R.A Kartini dan teman teman sejawatnya. Secara intuitif beliau menyadari bahwa bangsa yang mandiri dapat terbentuk jika Ilmu pengetahuan dapat dikuasai. Atas dasar itulah beliau dengan dorongan dari saudari-saudarinya mendirikan sekolah gadis yang khusus diperuntukkukan untuk perempuan yang pada masa itu sangat dibedakan haknya daripada pria. Kartini tidak hanya sebagai sosok feminist yang membela hak perempuan tetapi lebih dari itu beliau sebagai orang pertama yang menyadari pentingnya pendidikan untuk mencapai kemerdekaan seutuhnya. Jejak beliau diteruskan oleh Suryadi Suryaningrat atau kihajar Dewantara dan Dowes Dekker. Dengan membuka sekolah umum bagi rakyat jelata berharap pendidikan dapat membuka cakrawala berfikir dalam bertindak dan bertingkahlaku. Kesadaran untuk merdeka seutuhnya dan ketidak inginan tertindas oleh bangsa lain serta kesadaran politik yang tinggi perlahan akan timbul dalam suatu bangsa yang terus menerus meningkatkan pendidikannya. Hasilnya muncul manusia-manusia yang kelak dapat membangun sebuah gerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan

Indonesia

.


Sejarah masa lampau

Indonesia

telah membuktikan kontribusi pendidikan dalam mencapai kemerdekaan. Yah….memang pendidikan seharusnya seperti matahari yang menyinari bumi, menghangatkan jiwa-jiwa kosong tak berarti menjadi jati diri yang kuat dan mandiri. Tapi yang sesungguhnya terjadi di tanah air kini, sebuah wajah pendidikan yang dilukiskan dalam penampakan yang suram, terselebung kepentingan & keegoisan dan terkandung keserakahan serta Pemerasan. Cita-cita untuk ‘tinggal landas’ pada 2010 nampaknya pupus sudah menjadi ‘tinggal di landasan’ mengingat SDM yang semakin turun kualitasnya bahkan menurut IMD (2000) Indonesia memasuki peringkat ke 45 dari 47 negara dalam daya saing, sungguh menyedihkan!


Sejak krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1998 silam, program wajib belajar 9 tahun makin terlupakan ataukah sengaja dilupakan mengingat banyak sektor diluar pendidikan harus dibangun. Anggaran untuk pendidikan hanya dianggarkan 13,6 triliun atau sekitar 4 % dari anggaran APBN padahal untuk mencapai pendidikan yang murah dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia setidaknya diperlukan 20 % dari APBN untuk anggran pendidikan. Akibatnya dapat dirasakan hingga saat kini yaitu biaya pendidikan yang semakin mahal. Fakta membuktikan 42 % SD mahal, 45% pendidikan di SMP/SLTP mahal dan 51 % pendidikan di SMU tergolong mahal (kompas,Juni 2003) dan sudah pasti pendidikan tinggi jauh lebih mahal. Apakah pendidikan yang berkualitas mesti mahal? Semua yang kompleks bisa disederhanakan jika pemerintah bekerja dengan hati dan otak bukan dengan nafsu! dan anehnya trend mahal menjadi suatu pemakluman masal. Opini ini sengaja di bentuk oleh kaum kapitalis yang ingin merambah ke dunia pendidikan. Hasilnya hanya segelintir orang yang dapat mengenyam pendidikan itupun hanya berhasil mencetak generasi ‘kacung’ sedangkan sisanya menjadi kaum proletar abad 21 yang bersiap untuk ditindas zaman. Inilah pola ‘sejarah selalu berputar’. Jika hal ini terus berlanjut bersiaplah menghadapai proses pemiskinan global di Indonesia.

Pendidikan merupakan Investasi. Hal ini sudah disadari perancis setelah masa Revolusi bahwa semua warga mempunyai hak yang sama dalam pendidikan dan pendidikan ditangani langsung oleh pemerintah sehingga membuka kesempatan bagi semua warga untuk memperuleh pendidikan. Jepang dengan Restorasi Meji sesudah Perang dunia II. Setelah perang tersebut, reformasi pendidikan diterapkan dan bertujuan untuk membangun masyarakat yang demokratis, meniru sistem pendidikan Amerika Serikat. Konstitusi baru Jepang menetapkan prinsip-prinsip dan kebijakan-kebijakan dasar pendidikan untuk menjalankan reformasi ini. Contoh keberhasilan negara-negara tersebut dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan tidak terlepas dari komitmen pemerintahnya sejak awal dan terus berkelanjutan.

Kembali kita melihat kembali wajah pendidikan

Indonesia

saat ini. Jika ditinjau dari falsafah, tujuan hingga metodoliginya

Indonesia

sama sekali tidak mempunyai itu semua apalagi komitmen dari pemerintah, hasilnya pendidikan di

Indonesia

tidak terarah dan mudah rapuh. Tidak terarah, karena tidak mempunyai tujuan yang jelas. Realias yang selama ini berkembang di masyarakat bahwa orang mendapatkan pendidikan untuk sekolah bukan berpendidikan untuk mempertahankan hidup. Paradigma ini mendorong seorang anak terasing dari lingkungan sosialnya dan mebuat anak hanya dapat menjawab pertanyaan dengan jawaban yang sudah ditaur tidak menjadi seseorang yang kritis dan memecahkan persoalan dirinya dan masyarakatnya sesuai denagn lingkungan tempat dia berada. Mudah rapuh, Sistem pendidikan

Indonesia

tanpa tujuan dan falsafah dasar dapat menjadi rapuh. Mudah dimasuki pihak-pihak yang berkepentingan. Contohnya jelas terlihat dari Liberalisasi Pendidikan yang tawarkan oleh IMF. Saran ini bukan menjadi obat justru menjadi racun bagi dunia pendidikan di

Indonesia

. Dengan menjadikan lembaga pendidikan sebagai lembaga otonomi menyebabkan banyaknya peluang pihak swasta untuk mengeruk keuntungan di bidang pendidikan. Hasilnya pendidikan menjadi komuditas seperti layaknya cabai atau bawang di pasar. Dalam pasar terjadi jual beli, semakin mahal maka semakin bagus kualitas barangnya dan ini terjadi di dunia pendidikan saat in. Lelang kursi PTN favorit di legalkan, jual beli gelar sudah menjadi hal biasa, uang pangkal yang semakin meningkat setiap tahunnya terus dilakukan. Melihat kacaunya dunia pendidikan di

Indonesia

lantas kita bertanya, di mana peran Departemen Pendidikan Nasional yang konon katanya sebuah lembaga yang mengatur pendidikan di

Indonesia

? Dimana pula komitmen pemerintah untuk mengatur ini semua?. Sesuai denagan pasal 31 UUD bahwa kewajiban pemerintah untuk membiayai pendidikan dasar bagi setiap warga dan pasal 31(2) bahwa pemerintah dan DPR memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 %. Maka pemerintah melalui kebijakannya bertanggung jawab atas ini semua!

Hanya ada dua kata “Revolusi Pendidikan”. Revolusi ini dilaksanakan oleh objek dan subjek pelaku pendidikan. Momen pemilihan presiden RI saat ini sangat tepat untuk menyodorkan ide Revolusi Pendidikan. Hendaknya dibuat Lokakarya Nasional yang melibatkan perwakilan tokoh pendidikan, pelaku pendidikan dan penikmat pendidikan dari seluruh wilayah

Indonesia

dengan tema besar yaitu “Revolusi Pendidikan”. Tujuan dari lokakarya nasional ini jelas untuk menjawab segala persoalan di bidang pendidikan yang hingga kini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Masalah tersebut berkisar pada dasar, tujuan metodologi,sistem, kurikulum samapai pembiayaan pendidikan dari tingkat pusat hingga daerah terpencil. Hasil keputusan Lokakarya ini disodorkan sebagai rekomendasi untuk dijalankan oleh pemerintahan yang baru.


Ilmu pengetahuan menentukan peradaban suatu bangsa. Kemajuan Ilmu Pengeathuan ditentukan proses berjalannya pendidikan. Dan Pendidikan yang murah, meata dan Berkeadilan bagi seluruh Rakyat adalah jawabannya

Depok

2004

PENDIDIKAN DI INDONESIA: BEBERAPA CATATAN AKHIR TAHUN 2007

PENDIDIKAN DI INDONESIA: BEBERAPA CATATAN AKHIR TAHUN 2007
Posted by: Ahmad Rizali

Keterpurukan pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia publik dan rangkaian permasalahanpun seolah olah tidak pernah habis dibincangkan. Belum usai soal kecurangan Ujian Nasional, masyarakat dikejutkan lagi dengan beban wajib pembelian buku yang masih terjadi dikota besar, meskipun sudah dilarang dengan Peraturan Mendiknas. Kita dikejutkan pula dengan adanya hiruk pikuk sertifikasi Guru dan uji publik RUU Badan Hukum Pendidikan. Sekalipun demikian, masyarakat belum melihat dengan jelas, apa cetak biru pemerintah untuk menanggulangi persoalan yang menggunung itu, harapan agar pendidikan menjadi lebih baik belum terjawab.

Sebagai praktisi pendidikan yang berlatar belakang bidang teknik,penulis dan jejaring aktivis pendidikan merangkum persoalan strategis pendidikan di Indonesia dalam beberapa topik besar selain program wajib belajar pendidikan dasar (wajar dikdas) 9 Tahun dan tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dan mengusulkan program kongkrit berjangka pendek.

CACAT DALAM PERATURAN PERUNDANGAN

UU No. 20 Thn 2003 Ttg Sisdiknas merupakan produk perundangan tentang pendidikan di Indonesia yang memiliki cakupan terluas,dibanding UU ttg Pendidikan sebelumnya,namun proses politik yang tidak mulus, membuat UU ini memiliki cukup banyak cacat isi dan ideologis sejak lahir, salahsatunya adalah penetapan MajlisTaklim sebagai pendidikan nonformal yang harus berijin dan sangsi tahanan 10 tahun atau denda 1 Miljar jika dilanggar. Pasal yg belum diatur dengan PP ini harus disikapi dengan benar,jika tidak ingin menyebabkan konflik horisontal. Oleh sebab itu,UU ini wajib diperbaiki atau sedikitnya beberapa cacat UU tersebut harus dipermak didalam Peraturan Pemerintah. Beberapa PP yg seharusnya sudah disahkan, sejak Tahun 2005, hingga saat ini belum diselesaikan.

Guru dan Tenaga Kependidikan boleh bernafas lega,karena disahkannya UUGD yang berpihak kepada mereka, setidaknya yang berstatus PNS, meskipun menuntut mutu terbaik dalam mengajar dalam bentuk sertipikat kompetensi, meskipun indikator yang akan diukur masih banyak menimbulkan polemik dan belum memiliki difinisi dengan jelas. Tetapi, UU di Indonesia terbiasa mulur mungkret, sehingga cukup banyak masalah yang disisakan dalam PP yang baru dirancang menyertainya, padahal seharusnya paling telat Tahun 2007 harus selesai. UUGD dan rancangan PPGD yang juga masih cacat harus diperbaiki dan koreksi kembali karena masih menyisakan persoalan antara lain diskriminasi antara guru swasta dan PNS serta belum memiliki nafas selaras dg UU no 23 Thn 2000 tentang perlindungan anak & konvensi Hak Anak, serta pengakomodasian status guru senior yang sudah tidak mampu lagi memperoleh jenjang akademis D4/S1.

Pemerintahan juga menyisakan PR dengan belum menyelesaikan RUU BHP yang sudah disebutkan oleh UU Sisdiknas sejak Tahun 2003, isi RUU yang menimbulkan polemik ini sangat berbahaya, jika pemerintah tidak siap menjadi regulator yang kuat dan lugas. Kepres 76 dan 77 tentang penanaman modal asing, mendorong pendidikan di Indonesia menjadi murni komoditas dan murni liberalisasi pendidikan yang akan menghacurkan cita cita konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa.

BIROKRASI MASIH TDK EFEKTIF & TIDAK AKUNTABEL

Birokrasi pemerintahan, apalagi birokrasi pendidikan,masih berkerangka fikir dan bersikap dengan kerangka usang. Demi menyenangkan atasan yang mentarget kelulusan murid dalam UN, masih banyak yang bersikap curang. Dana BOS masih disunat dan lambat disalurkan jika tidak diberi uang pelicin. Lambatnya pencairan anggaran membuat birokrasi tergesa membelanjakan dana, sehingga sangat sulit diharapkan hasil kerja bermutu tinggi. Birokrasi seperti ini,baik di diknas pusat dan daerah harus ditertibkan dan dikontrol dengan ketat dan diberi sangsi yang membuat jera. Oleh karena saat ini sangsi Guru PNS masih sangat lemah dan tidak mendorong etos produktif, sehingga kepala sekolah dan bahkan kepala dinas tidak mampu berbuat apa apa jika guru dengan golongan 4 berbuat ulah, sikap paling tegas hanyalah memindahkannya ke sekolah pinggiran.

Di dunia militer, jarang sekali jabatan panglima TNI dan pangkat bintang 4 tanpa prestasi di komando teritorial, sementara itu, kepala LPMP (d/h BPG) yang sudah naik pangkat minimal jadi bintang dua, tetapi masih mempraktekkan kultur usang BPG, sehingga mustahil penataran guru in servis bisa sukses. Dalam jangka 5 tahun Diknas harus mampu menjadikan LPMP sama bergengsinya dengan gengsi KomandoTeritorial dalam TNI dan agar bisa dilaksanakan dengan tepat, harus dibuat beberapa LPMP model untuk the best inservice training. Kepala LPMP yang sukses, berhak mendapat kredit besar menjadi calon dirjen dimasa datang.

Pungutan di sekolah negeri, meski sudah diatur masih tetap marak, agar pemerintah enteng, buatlah setidaknya Permen or Kepmen agar sekolah negeri wajib membuat laporan keuangan baku dan melaporkan pungutan tersebut kepada orangtua murid. Hal ini wajib dilakukan, karena sekolah negeri bukan subyek audit BPK, meski mematuhi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan hanya melaporkan UYHD (Uang Yang Harus Dipertanggungjawabk an) kepada Dinas Pendidikan setempat, sebagai unit yang menjadi subyek audit. Sekolah swasta punya aturan jelas, mereka harus mematuhi SAK Organisasi Nirlaba (Yayasan).

MUTU GURU

Sekitar 2,7 Juta guru di Indonesia,1, 5 juta merupakan guru SD/MI dan kurang dari 50% yang layak mengajar, sementara sisanya guru SMP/MTs dan guru SMA/SMK/MA hanya 65% yang layak mengajar (Pusat Data dan Informasi Pendidikan-Diknas 2004). Sementara itu, pemerintah selalu mengatakan kekurangan dana untuk memperbaiki mutu pendidikan indonesia, bisa jadi suara ini masih akan muncul sekalipun nanti anggaran pendidikan sudah 20% dari APBN. Hal ini terjadi karena birokrasi pendidikan masih saja bersikap mubasir dengan tetap menjalankan pola penataran Guru yang tidak diperlukan,tak menyenangkan dan boros.

Diknas harus mendorong upaya murah untuk memperbaiki mutu guru, salah satunya dengan mengumpulkan praktisi terbaik persekolahan dan menugasi mereka melatih guru dengan skenario pelatihan yang menyenangkan dan sesuai konteks lokal serta mendayagunakan sumberdaya lokal.

Sebagai contoh kemubasiran adalah, Pak Tjandra, seorang guru fisika berprestasi nasional dari SMAN 10 Malang adalah empu yang mampu membuat alat peraga dan laboratorium Fisika dari bahan murah dan bekas, Pak Tjandra menganggur tidak dimanfaatkan bahkan oleh Dindiknas kotanya sekalipun, meskipun dipuji setinggi langit oleh Profesor dari luarnegeri. Banyak warga terhomat seperti pak Tjandra di negeri ini, tetapi jika mereka dibajak negeri dunia ketiga yang lebih cerdik memanfaatkan keahlian langka seperti itu, pejabat Diknaslah yang paling berdosa.

Peningkatan mutu guru sebagaimana diamanatkan dalam UUGD harus dilaksanakan dengan konsisten dan terbuka. Jika kontrol lemah, ijasah D4 dan S1 bodong akan beredar luas dan pemegangnya berhak ikuti pendidikan profesi. Jika mutu pendidikan profesi buruk, bagaimana mungkin kita yakin lulusannya bermutu ? Rakyat berhak menuntut, karena Guru PNS yang akan dididik itu dibayar dengan anggaran negara yang dikumpulkan dari memungut pajak dari rakyat.

Simpang siur Ujian Nasional (UN) seharusnya tidak perlu terjadi jika pemerintah melakukan kontrol dengan serius pelaksanaan Ujian Nasional. Janganlah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang baru disahkan dengan Permen Diknas No 22 sd 24 Tahun 2006 ikut carut marut lagi karena kelemahan kontrol birokrasi pemerintah. Jika KTSP ini masih tetap tidak tersosialisasikan dengan baik dan tidak dikontrol tuntas dalam pelaksanaannya, pengurangan beban kurikulum dan implementasinya, sudah pasti akan membingungkan guru dan kepsek yang cenderung koruptif, perilaku terang terangan menjual buku di sekolahpun tidak ditindak tegas, meskipun jelas menyalahi aturan mendiknas.

PARTISIPASI PUBLIK & PENDANAAN

Kerangka berpikir birokrasi pendidikan yang masih berorientasi biaya (cost centered), menjadikan berapapun anggaran yang tersedia selalu tidak cukup dan habis dibelanjakan. Padahal, jika mampu mendayagunakan potensi pebisnis yang sedang trendy dengan pola tanggungjawab sosialnya (Corporate Social Responsibility- CSR), maka banyak sekali kekurangan dana pendidikan tertutupi. Pemerintah harus mendorong DPR dan otoritas Keuangan untuk mengolah UU Pajak agar "fasilitas& quot; pajak dapat dipakai sebagai insentif agar perusahaan mau membantu pendidikan, apalagi UU Perseroan Terbatas (PT) yang baru sudah mewajibkan setiap perusahaan menyetorkan sebagian dana nya untuk CSR. Jika semua sumbangan kepada pendidikan menjadi pengurang pajak atau ada anasir pembiayaan pendidikan dalam Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) di PPh, maka akan banyak dana yang langsung dibelanjakan di sektor pendidikan dan menutup tekor dana pendidikan.

Meskipun urusan perpajakan ini bukan tugas Depdiknas langsung, tetapi upaya pengarusutamaan pendidikan (Education mainstreaming) harus menjadikan mendiknas leader dalam upaya ini, jika tidak mampu dilaksanakan, mubasirlah punya mendiknas mantan menteri keuangan.

Namun, tentulah jangan biarkan CSR perusahaan semaunya belanjakan dananya dan semaunya pula memilih sektor sektor yang seksi dan mudah terlihat.Depdiknas harus siapkan cetakbiru "daftar belanja" program perbaikan pendidikan yang jelas, agar perusahaan dapat cepat dan tepat sasaran dalam berkiprah di gerakan perbaikan pendidikan. Ubah total tampilan situs elektronik www.diknas.go. id yang lambat dan tidak komunikatif dan miskin data itu, tampilkan dalam situs yang lebih interaktif dan mudah serta cepat diakses serta isi yang selalu terbarukan

Agar semua pihak melihat kemajuan aksi perbaikan pendidikan ini, berita kehumasan Depdiknas harus tegas ditangani satu pintu, dalam menyampaikan informasi harus efektif, jelas dan cakupan besar. Syarat lulus murid setingkat SMP/SMA yang pada dasarnya tidak hanya berpatokan pada nilai UN dan persyaratan sertifikasi Guru, menjadi contoh nyata ketidak jelasan informasi Depdiknas, sehingga tidak dimengerti awam dan jadilah UN dan Sertifikasi Guru sasaran tembak utama.

PENGHARGAAN

Penghargaan kepada insan pendidikan sudah sampai tahap kritis,sehingga bahasa indonesia memiliki kata sifat "menggurui& quot; yang diterima luas dan berkonotasi buruk, anehnya guru tidak pernah tersinggung dan protes. Hasil observasi di beberapa SMAN (SQIP-SF,2005) , penghargaan guru terhadap diri sendiri sangat rendah. Untuk mulai memperbaikinya, berilah penghargaan semua insan pendidikan, termasuk guru dan kepala sekolah melalui Education Award.

Meskipun Walikota dan Gubernur yang mampu menjadikan pendidikan di kotanya maju, sudah menerima anugerah ini, seharusnya demikian juga pengamat, aktivis pendidikan hingga media yang selalu peduli kepada isu pendidikan. Sewa humas handal hingga gaungnya melebihi hajatan Kementrian Lingkungan dalam Kalpataru dan Depdagri dalam Adipura, jika bisa melebihi acara seperti AFI atau Indonesian Idol. Acara Guru & Dosen Teladan yang diundang ke istana negara saja tidak cukup, meskipun acara ini harus dilestarikan.

PENDIDIKAN GURU

Setiap tahun ribuan mahasiswa diluluskan oleh institusi pendidikan yang sekarang disebut sebagai Lembaga Pengembang Tenaga Kependidikan (LPTK) Negeri dan Universitas, 98% menjadi guru. Jadi, siapakah yang bisa ingkar jika kita katakan bahwa LPTK LPTK dan Universitas yang sebelumnya bernama IKIP inilah penyumbang utama buruknya mutu pendidikan indonesia, karena mereka menyumbang guru yang bermutu rendah. Sehingga sebagai "pabrik& quot; Guru, LPTK mapan harus dievaluasi total kinerja internalnya, sistimnya, mutu dosennya dan semua hal terkait, karena merekalah institusi pendidikan tinggi paling strategis yang terlanjur menjadi penyumbang terbesar ketidakkompetenan guru indonesia saat ini. Oleh sebab itu, program revitalisasi pendidikan Guru di Indonesia yang di danai oleh Bank Dunia sebesar ribuan juta USD (Kompas,Des 2007) harus dikawal ketat, agar tidak mengulangi ke mubasiran program program sejenis sebelumnya.

Ketika saya berkunjung ke Universitas Negeri Jakarta-UNJ (d/h IKIP Jakarta), puluhan gedung kusam bekas pakai UI termasuk asrama mahasiswa Daksinapati masih berdiri kokoh, namun kurang terurus, kondisi ini membuktikan bahwa pemerintah memang berlaku tidak adil. ITS dan Airlangga lebih mentereng, UI dan ITB apalagi. Apakah mahasiswa UI dan ITB dulu membayar lebih mahal ? Tidak, UI dan ITB gedungnya sudah megah sebelum ditetapkan sebagai BHMN. Yang benar, LPTK telah disepelekan oleh pembuat kebijakan negeri ini, karena mereka hanya akan menghasilkan guru, bukan calon karyawan perusahaan Multi Nasional. Perlakuan ini lebih terasa lagi jika melihat akademi yang meluluskan calon tentara yang diwisuda di istana oleh kepala negara. Jika negeri ini memang peduli kepada pendidikan, urusan wisuda guru yang dihadiri presiden bukan perkara sulit.

Pemerintah harus memperlakukan LPTK yang sangat strategis ini lebih baik dari institusi PTN lain, karena tidak mungkin menuntut yang terbaik dengan perlakuan yang terburuk. Tekanan eksternal, seperti ketatnya birokrasi keuangan membuat LPTK makin ciut dan keropos.

Usulan dalam tulisan ini tidaklah sulit dikerjakan jika ada kemauan serius dari pemerintah untuk memperbaiki pendidikan negeri ini. Jika masih juga bekerja angin anginan sehingga program seperti ini tidak berhasil dilaksanakan, jangan salahkan jika rakyat akan berkata bahwa pemerintah dan legislatif sudah meleceng dari jalur konstitusi, karena semua upaya yang dikerjakan oleh pemerintah dan legislatif tidak menuju pendidikan yang mencerdaskan bangsa. Bangsa yang mandiri dan selalu memberikan arti kepada kehidupan dan trampil dalam hidup dan memuliakan kehidupan.

Saya yakin, jika jalan ini ditempuh, 15 Tahun lagi wajah bangsa ini akan mulai berubah.

Depok, Desember 2007
Ahmad Rizali (47)

Sistem Pendidikan di Inggris

Sistem Pendidikan di Inggris


Sistem pendidikan dari negara asing dapat membingungkan dan tidak dikenal
untuk pertama kalinya, terutama setiap negara mempunyai struktur sendiri yang
berbeda. Sekolah di Inggris, Wales dan Irlandia Utara mempunyai kecenderungan
untuk lebih menekankan pada beberapa mata pelajaran yang telah dipilih.

Year 7 sampai 11 (Year 8 - 12 di Irlandia Utara), biasanya untuk siswa
dengan umur 12 tahun sampai 16 tahun.
Beberapa sekolah menengah atas menawarkan lembar departemen ke-6 yang
tidak wajib, Year 12 dan 13
Setelah selesai Year 10 dan 11, sebuah Sertifikat Umum bagi Pendidikan
Menengah Atas (GCSE) akan diberikan, biasanya dalam 5 sampai 10 mata
pelajaran yang berbeda.
Kali ini saya hanya akan berusaha menjelaskan secara singkat sistem
pendidikan di Inggris dimana tahun ajaran berlangsung dari akhir September sampai akhir Juli dengan 2 bulan libur selama musim panas.

Jenjang pendidikan di Inggris
Pendidikan Wajib
Sekolah Dasar
Sekolah Menengah Atas
Pendidikan Pilihan
Sekolah Menengah Atas
Universitas
Pasca Sarjana


Sekolah Dasar (Usia 5 sampai 11)
Enam tahun
Tahun pertama dan kedua disebut “infants”
Tahun ke-3 sampai ke-6 disebut “juniors”
Pendidikan wajib di Inggris dimulai dari usia 5 tahun dengan sekolah dasar. Siswa naik dari kelas 1 sampai 6 tanpa ujian, meskipun kemampuan mereka diuji di usia 7 tahun. Penekanan ada pada belajar secara praktikal dibandingkan menghafal. Siswa belajar mata pelajaran inti seperti Inggris, matematika dan sains, juga pelajaran dasar seperti sejarah, geografi, musik, seni dan olahraga.

Sekolah Menengah Atas (Usia 11 sampai 16)
Lima tahun
Setiap tahunnya disebut “forms”
Di form ke-4, siswa mulai belajar untuk ujian “GCSE” (di 9 atau 10 mata pelajaran)
Ujian GCSE (General
Certificate of Secondary Education)* dilaksanakan di akhir form ke-5
Siswa memulai sekolah menengah pada usia 11 tahun, dimana menjadi kewajiban untuk lima tahun berikutnya. Di setiap jenjangnya, siswa memperdalam pengetahuan mereka pada mata pelajaran inti dan ditambah setidaknya 1 bahasa asing. Di tahun ke-4, mereka mulai bersiap untuk mengikuti ujian-ujian yang disebut General Certificate of Secondary Education atau GCSE. Siswa akan diuji di 9 atau 10 topik GCSE yang mereka pilih.

A Levels di Sekolah Menengah Atas (Usia 16 sampai 18)
Dua tahun
Tahun pertama disebut “Lower Sixth”; tahun kedua disebut “Upper Sixth”.
Siswa mulai mempelajari ujian “A-Level” mereka (dalam 3 atau 4 mata pelajaran)
Ujian A-Level diadakan di akhir tahun pertama dan kedua, dimana nilai akhir adalah gabungan dari nilai-nilai ini.
Setelah menyelesaikan ujian GCSE, siswa sekolah menengah dapat meninggalkan sekolah untuk bekerja, mengikuti program training di sekolah kejuruan atau teknik, atau melanjutkan 2 tahun lagi untuk menyiapkan diri bagi ujian masuk universitas, yang dikenal dengan “A-Levels.” Secara umum, siswa yang ingin masuk ke universitas akan belajar 3-4 subyek untuk ujian A-Levels. Ini kerap dilakukan di sekolah yang dinamakan Sixth Form Colleges. Makin tinggi nilai ujian A-Levels, makin baik peluang siswa untuk masuk ke universitas pilihannya.

Program Sarjana (Usia 18+)
Tiga atau empat tahun
Tahun ajaran dibagi dalam dua atau tiga term
Gelar sarjana diberikan jika telah menyelesaikan
Siswa mengambil jurusan yang sesuai dengan bidang program mereka dan mengikuti ujian akhir
Ditingkat sarjana, siswa di Inggris dapat memilih jurusan “art” dan “sciences”. Program biasanya berlangsung selama tiga tahun dimana selama itu siswa menyelesaikan pelajaran dan tutorial di bidang masing-masing. Siswa yang akan lulus biasanya harus mengikuti ujian akhir. Syarat penerimaan bagi siswa internasional termasuk kefasihan bahasa Inggris (min IELTS 6.0), tambahan 1 tahun sekolah menengah, dikenal dengan University Foundation Year atau nilai A-Level.

Pasca Sarjana dan PhD (Usia 21+)
Satu sampai dua tahun
Gelar Master atau MBA dianugerahkan setelah usai
Siswa harus menyelesaikan tugas pelajaran, menulis tesis dan mengikuti ujian akhir
Siswa pasca sarjana dapat meneruskan program doktoral atau PhD
Pelajaran universitas dapat diteruskan ke tingkat pasca sarjana. Gelas pasca sarjana tradisional biasanya dibidang “Arts” (MA) atau “Sciences” (MSc). Gelar pasca sarjana yang makin populer adalah Masters in Business Administraion (MBA). Program Master berlangsung selama satu sampai dua tahun dan mengharuskan ujian dan tesis untuk syarat kelulusan. Bagi program tertentu, pengalaman dibidang riset dan bekerja dibutuhkan untuk mengikuti program doktoral, atau PhD, yang dapat berlangsung selama empat atau lima tahun di sekoalh dan riset serta disertasi.

Bagi kebanyakan program pasca sarjana dan doktoral, siswa international wajib memiliki gelar sarjana yang diakui dan kefasihan bahasa Inggris (IELTS 6.5). Untuk program MBA, Anda juga diwajibkan memiliki pengalaman kerja selama min. dua tahun.

Ironi Hari Pendidikan Nasional Indonesia

Ironi Hari Pendidikan Nasional Indonesia

May 2, 2008 Print This Post

Technorati Tags: curhat,pendidikan,nasioanl,indonesia
Hari ini tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Entah yang keberapa puluh kali hal ini diperingati dan tidak begitu penting untuk tahu sudah keberapa kalinya hardiknas ini. Yang lebih penting adalah sudah seberapa besar penghargaan dan prioritas bangsa ini terhadap dunia pendidikan. Saat mendengar kata ‘pendidikan’, jangan batasi pikiran kita dengan pendidikan yang bersifat formal yang disimbolkan dengan gedung sekolah dan ruang kelas. Tapi makna pendidikan disini artinya menyeluruh meliputi pendidikan akademik, agama dan moral. Dan ketiga bidang pendidikan tersebut harus diberikan secara seimbang kepada diri manusia. Sebab jika hanya pendidikan akademik yang diutamakan maka lahirlah manusia manusia cerdas yang miskin moral dan nilai-nilai keagamaan sehingga berkembanglah kelompok manusia korup, perampok, pemerkosa, mudah putus asa dan kejelekan-kejelekan lain yang justru semakin membahayakan saat sifat-sifat jelek itu menempel pada manusia yang cerdas secara akal saja.

Faktanya sekarang, ketiga bidang pendidikan di atas (akademik, agama. dan moral) tidak menjadi prioritas bangsa kita ini. Salah satu penanggungjawab terbesar dunia pendidikan, pemerintah, belum memberikan subsidi minimum sesuai undang-undang dasar, yaitu subsidi sebesar minimum 20%. Lihatlah betapa mahalnya biaya sekolah dan kuliah saat ini, jangankan institusi sekolah swasta yang begitu komersil, institusi sekolah milik pemerintah (negeri) saja sudah semakin tak terjangkau. Sebagian universitas negeri telah menjadi BHMN (Badan Hukum Milik Negara) sehingga subsidi pemerintah dipangkas habis. Efeknya tidak hanya menyengsarakan peserta didik tapi juga para pengajar dihargai sangat rendah dari sisi gajinya. Maka wajar ketika para guru dan dosen lebih banyak ngobyek diluar dari pada konsentrasi kepada peserta didiknya.

Sementara penanggungjawab pertama pendidikan yaitu orangtua, banyak yang tidak mempunyai kemampuan finansial untuk memenuhi kebutuhan pendidikan akademik bagi anak-anaknya karena mahalnya biaya sekolah, boro-boro untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, untuk makan saja sudah sangat susah. Sementara orang tua yang mampu memenuhi kebutuhan pendidikan akademik anak-anaknya ternyata tidak memberikan pemenuhan dua bidang pendidikan yang lain yaitu pendidikan agama dan moral. Para orang tua terlalu sibuk dengan karinya sehingga menyerahkan pendidikan agama dan moral kepada pembantu atau babysitternya. Akibatnya, anaknya justru menjadi beban hidup orangtuanya dikemudian hari karena kelakuannya yang buruk sebagai hasil dari rendahnya pendidikan agama dan moral yang diterima anak-anaknya tersebut.

Lalu kontribusi apa yang bisa bisa kita berikan kepada dunia pendidikan nasioanl Indonesia. Tidak usah berpikir terlampau tinggi, berkontribusilah sesuai kemampua yang kita miliki. Jika Anda mengenal internet, sebarkanlah ilmu yang bermanfaat melalui internet, misalnya melalui website atau blog. Jika Anda seorang yang mempunyai pengetahuan agama, sebarkanlah ilmu agama tersebut melalui forum-forum kajian, organisasi atau sarana apa saja yang bisa dijadikan media penyebaran kebaikkan.

Jadi marilah kita cerdaskan bangsa ini dengan pengetahuan akademik, muliakan diri, keluarga dan generasi yang akan datang dengan nilai-nilai agama dan moral sehingga di kemudian hari bangsa Indonesia ini tidak menjadi bangsa yang selalu meratapi dan mengeluhkan ke ironian dirinya tetapi menjadi bangsa yang maju dan memberikan sumbangan kepada peradaban kebaikkan di muka bumi ini.

Pendidikan di Indonesia

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.

Jenjang pendidikan

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

* Pendidikan anak usia dini

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

* Pendidikan dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

* Pendidikan menengah

Pendidikan menengah merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar.

* Pendidikan tinggi

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

Jalur pendidikan

Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

* Pendidikan formal

Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.

* Pendidikan nonformal

Pendidikan nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap mesjid dan Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja.

Selain itu, ada juga berbagai kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.

* Pendidikan informal

Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Jenis pendidikan

Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

* Pendidikan umum

Pendidikan umum merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan oleh peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bentuknya: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).

* Pendidikan kejuruan

Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Bentuk satuan pendidikannya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

* Pendidikan akademik

Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

* Pendidikan profesi

Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memasuki suatu profesi atau menjadi seorang profesional.

* Pendidikan vokasi

Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1).

* Pendidikan keagamaan

Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

* Pendidikan khusus

Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif (bergabung dengan sekolah biasa) atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah (dalam bentuk Sekolah Luar Biasa/SLB).

Filosofi pendidikan

Pendidikan biasanya berawal pada saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup.

Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia akan bisa (mengajar) bayi mereka sebelum kelahiran.

Banyak orang yang lain, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, “Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya.”

Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam — sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka — walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.

Kualitas pendidikan

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan — khususnya di Indonesia — yaitu:

Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang berada di garis depan.

Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya.

Malapetaka Dunia Pendidikan di Indonesia

Malapetaka Dunia Pendidikan di Indonesia

Saturday, July 25th, 2009 No Commented
Under: Lain-lain


Kualitas pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kemajuan sebuah bangsa.Apabila kualitas pendidikannya bagus maka bagus pula lah kemajuan bangsa itu.Hal inilah yang mengilhami bangsa kita untuk memajukan pendidikan di negara ini.Salah satu kebijakan untuk mewujudkannya adalah dengan menyelenggarakan ujian nasional bagi siswa SD,SMP,dan SMA.Namun,kecurangan dalam pelaksanaannya maupun buruknya sarana dan prasarana masih banyak ditemukan.Hal ini bertentangan dengan tujuan pendidikan Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.Sebaliknya hal ini merupakan suatu pembodohan yang menodai

Pemerintah memang baru–baru ini menggalakkan program-program yang ditujukan untuk memajukan pendidikan bangsa. Standar kelulusan kita memang masih di bawah negara-negara tetangga kita.Oleh karena itu pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan .Berbagai kebijakan ini dilakukan agar kualitas pendidikan tidak kalah dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Salah satu kebijakan itu adalah menyelenggarakan ujian nasional.

Ujian nasional atau unas ditujukan untuk membuat siswa lebih giat belajar.Hal ini memang cukup efektif untuk membuat siswa lebih giat belajar.Pemerintah juga menaikkan batas nilai rata-rata hampir setiap tahun.Hal ini tentu saja memberi rasa khawatir dan memacu siswa agar lebih giat belajar.Pemerintah mengharapkan dengan adanya unas ini kualitas pendidikan di Indonesia akan meningkat.

Namun realitanya banyak ditemukan kasus-kasus kecurangan yang terjadi banyak daerah.Bahkan oknum guru yang menjadi tim sukses unas agar siswa-siswinya dapat lulus.Kecurangan ini bukan hanya bertujuan meluluskan peserta didik namun juga meningkatkan citra suatu daerah.Bahkan pernah terjadi di Garut bupati mengancam akan memutasi kepala sekolah yang presentase kelulusan peserta didiknya di bawah 95%(Republika, 17 Mei 2006) .Hal ini menunjukkan unas juga merupakan alat untuk mencapai kepentingan politik sebuah daerah.

Para guru bukannya tidak mengetahui risiko atas apa yang dilakukannya, tapi nurani mereka berontak. Selama empat kali pelaksanaan ujian nasional, harus diam dan terus membodohi diri sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan segelintir orang. Mereka yang mengetahui mengenai seluk-beluk mengenai murid,tetapi kemudian pemerintah yang memutuskan siapa yang berhak dan tidak berhak lulus.Masalah tersebut jelas menggambarkan rendahnya kadar kepercayaan pemerintah terhadap guru.

Hal ini menunjukkan bahwa kita gagal untuk memajukan kualitas pendidikan bahkan memperburuk kualitas pendidikan kita.Tujuan pendidikan yang menciptakan manusia cerdas dan kreatif yang mampu menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi telah dinodai demi kepuasan segelintir orang.Hal ini mematikan kretivitas peserta didik dan semangat belajar yang dimiliki siswa.Mereka dipaksa untuk menggunakan porsi belajar hanya untuk pelajaran yang akan diujikan oleh pemerintah.Hal ini menyebabkan siswa melupakan pelajaran lain yang dianggap tidak penting karena tidak diujikan

Apabila masalah ini tidak kunjung selesai maka kita akan memproduksi generasi yang memiliki sifat malas,mental korup,dan tidak mau bekerja keras.Tentu kita tidak ingin itu terjadi,bagaimanapun juga generasi muda kita akan menjadi generasi penerus bangsa ini.Maka tidak salah kalau kita disebut sebagai “bangsa yang gagal” dalam hal pendidikan.Padahal pendidikan merupakan salah satu pilar untuk memutus mata rantai kemiskinan.

Pendidikan yang gagal berpotensi menghasilkan politisi-politisi yang malas dan bermental korup.Mungkin inilah yang menyebabkan banyak koruptor di Indonesia.Sikap acuh dan tidak peduli di tengah masyarakat menjadi pupuk berkembangnya masalah ini.Bila kita terus berdiam diri melihat kenyataan ini maka kehancuran bangsa ini tinggal menunggu waktu.

Selain masalah unas juga terdapat masalah pada sarana dan prasarana penunjang sekolah.Sering kita dengar sekolah yang ambruk hingga melukai siswanyang sedang belajar di sekolah.Hal ini patut menjadi perhatian kita.Bagaimana mungkin melaksanakan kegiatan belajar mengajar dilakukan tanpa sarana dan prasarana.Murid akan terganggu belajarnya karena takut gedung sekolahnya rubuh.Pihak sekolah tentu tidak diam,mereka telah mengadukan masalah ini ke pemerintah daerah setempat.

Seharusnya hal tersebut tidak terjadi apabila pemerintah daerah tersebut merespon baik keluhan tersebut.Namun realitanya,seolah pemerintah daerah acuh terhadap masalah ini.Pemerintah pusat telah menganggarkan 20% APBN untuk dunia pendidikan.Dana itu seharusnya cukup untuk memperbaiki sekolah-sekolah yang rusak tersebut.Namun,sekolah-sekolah tersebut urung diperbaiki.

Namun yang tak kalah penting adalah peserta didik itu sendiri.Karena bagaimanapun juga peserta didik lah yang menjalani proses belajar.Kemauan serta kerja keras untuk meraih cita-cita yang diinginkan harus ditanamkan di dalam hati para peserta didik.Menjunjung tinggi kejujuran perlu ditanamkan sebagai pedoman siswa dalam menghadapi segala situasi karena kejujuran merupakan salah satu kunci keberhasilan.Dorongan dan dukungan dari orang tua juga sangat dibutuhkan untuk memompa semangat belajar siswa.Semangat dan kerja keras merupakan modal yang di butuhkan bagi siswa untuk meraih cita-citanya

Perlu kesadaran dari seluruh elemen masyarakat untuk mengatasi masalah dunia pendidikan di Indonesia. Kesadaran akan pendidikan merupakan hal yang penting bukan hanya untuk masa depan siswa namun juga demi masa depan bangsa.Semangat menjunjung tinggi kejujuran juga perlu ditumbuhkan bukan hanya untuk siswa melainkan juga untuk semuanya. Apabila seluruh masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan dan mau menjunjung tinggi kejujuran ,saya yakin negara ini akan maju.