Selasa, 11 Agustus 2009

Membenahi Sistem Pendidikan di Indonesia

Membenahi Sistem Pendidikan di Indonesia

Oleh Nicholaus Prasetya - 14 Juni 2009

Sabtu, 13 Juni 2009, beberapa sekolah di Indonesia sudah menerima presentasi kelulusan para siswa-siswinya. Ada tawa yang terlepas ketika keberhasilan tergapai. Namun, ada juga air mata yang keluar karena kegagalan yang didapat.

Kembali, dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan air mata pada pihak pelajar. Sebuah kebijakan mengenai Ujian Nasional, harus membuat beberapa orang kecewa. Belum lagi, ada juga kekecewaan yang muncul yang berasal dari luar pihak-pihak yang mengalami kegagalan dalam ujian nasional.

Beberapa hari sebelum pengumuman mengenai kelulusan, kekecewaan juga nampak pada beberapa sekolah yang harus mengikuti ujian ulang. Ditengarai, hal ini disebabkan karena faktor soal yang bocor. Tentu saja, hal ini sungguh menyakitkan bagi para siswa yang sebenarnya tidak ikut terlibat, dan juga tentu akan membuat nama pendidikan di Indonesia menjadi tercoreng.


Kekecewaan juga nampak pada bobroknya penjagaan yang dilakukan terhadap pelaksanaan Ujian Nasional serta kerahasiaan sebuah dokumen negara, dalam hal ini dokumen ujian nasional. Saat ujian nasional berlangsung, tidak jarang terjadi kebocoran soal, tersebarnya kunci jawaban via telepon selular, serta peristiwa nyontek-menyontek.

Patut diakui, kualitas dari Ujian Nasional itu sebenarnya memang patut untuk dipertanyakan jika melihat sederet masalah yang terjadi. Selain itu, akan juga muncul beberapa pertanyaan terkait. Apakah dengan standar soal yang ada, seorang pelajar memang betul-betul bisa dikatakan lulus dari bangku sekolah menengah? Lalu, bagaimana dengan perkembangan kepribadiannya? Bagaimana jika hasil Ujian Nasional nya bagus, namun itu bukanlah hasil dari sebuah kejujuran?

Kesalahan sistem pendidikan

Banyak kritik terlontar ketika Ujian Nasional harus terus digelar dan dijadikan sebagai satu-satunya acuan untuk menentukan kelulusan seorang siswa. Padahal, banyak aspek lain yang patut untuk diperhitungkan disamping aspek nilai Ujian Nasional.

Faktor yang sering terlupakan dalam masalah pendidikan adalah masalah pembentukkan moral dan karakter dari para pelajar itu sendiri. Terkadang, proses pembentukkan moral dan karakter ini cenderung dikesampingkan karena adanya orientasi terhadap kesuksesan yang mutlak dicapai saat pelaksanaan Ujian Nasional.

Akibatnya adalah kepribadian yang terbentuk di tubuh para pelajar bukanlah sebuah kepribadian yang patut untuk dibanggakan. Kejadian tawuran antara UKI dan YAI serta sederet aksi yang sama telah menunjukkan bahwa pembentukkan kepribadian dinilai masih sangat minim.

Untuk mengubah hal ini memang tidaklah mudah. Ini nampaknya sudah merupakan sebuah kesalahan yang ada pada sistem pendidikan di Indonesia. Letak kesalahannya adalah fokus yang berlebih terhadap pelaksanaan Ujian Nasional. Fokus yang berlebih ini kemudian juga berujung pada fokus untuk peningkatan serta mempertahankan citra sekolah tersebut, serta mengenyampingkan proses pembentukkan kepribadian pelajarnya.

Hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut. Ujian Nasional, bukan hanya digunakan sebagai sarana untuk menilai seberapa baik kemampuan siswa tersebut, namun juga dijadikan sebagai sarana dari pihak sekolah untuk ajang unjuk gigi di bidang pendidikan skala nasional. Hal ini terjadi karena sekolah yang mendapatkan nilai Ujian Nasioanl tertinggi, dengan sendirinya juga akan terangkat namanya. Nama yang terangkat ini juga kemudian akan berpengaruh pada seberapa banyak calon siswa yang akan masuk ke sekolah itu karena akan dinilai sebagai sekolah favorit.

Lalu, jika dalam konteks masalah seerti ini, siapa yang akan merasa tertekan? Pelajar tentunya. Hal ini disebabkan karena adanya tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka untuk menjaga citra sekolah, sehingga terkadang persiapan untuk mengikuti Ujian Nasional dinilai terlalu berlebihan dan menguras banyak tenaga. Selain itu, akhirnya pelajaran untuk membentuk moral dan karakter akan dengan sendirinya terhapuskan karena digunakan untuk kepentingan mata pelajaran yang akan diujikan dalam Ujian Nasional.

Untuk membentuk seorang calon pemimpin diperlukan pendidikan yang bukan hanya mengorientasikan dirinya pada sebuah kuantitas, namun juga pada kualitas. Kuantitas belum tentu bisa untuk dijadikan sebagai bahan acuan dalam melihat kualitas. Itulah sebabnya, ujian nasional sepertinya memang tidak bisa djadikan satu-satunya acuan untuk menetukan kelulusan. Masih diperlukan penilaian terhadap aspek-aspek lainnya. Diantaranya adalah penilaian dari segi moral dan karakter siswa tersebut, apakah sudah terbentuk dengan baik atau belum.

Satu hal yang wajib untuk dilakukan jika memang ada keinginan untuk tetap mempertahankan Ujian Nasioanal sebagai standar dalam menentukan kelulusan adalah, keharusan melaksanakan pembenahan sistem Ujian Nasional itu sendiri. Pembenahan sistem disini dimaksudkan agar tidak lagi terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yang sudah diutarakan penulis di atas.

Pendidikan Indonesia seyogyanya dapat menciptakan lulusan yang unggul jika saja pembenahan dalam segala sistem pendidikan mau dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara untuk tidak mengorientasikan pendidikan hanya kepada nilai, namun juga kepada pembentukkan kepribadian dan karakter pelajarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar