Selasa, 11 Agustus 2009

Penegakan Software Legal Dengan Migrasi ke OSS

Penegakan Software Legal Dengan Migrasi ke OSS
Selasa,28 Juli 2009 10:33
Kemal Prihatman
Asdep Urusan Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi

Indonesia saat ini masih berada dalam peringkat teratas negara pengguna perangkat lunak ilegal. Ini salah satu penyebab yang membuat citra Indonesia menjadi yang kurang baik di mata dunia. Berdasarkan survei International Data Corporation (IDC) tahun 2007, Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 108 negara dengan angka penggunaan perangkat lunak ilegal mencapai 84%. Angka prosentase ini menunjukan perbaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni pada 2006 yang mencapai 85%. Meski begitu dari sisi peringkat justru turun. Kalau pada 2006 Indonesia menempati peringkat ke-8, tahun 2007 justru turun menempati posisi ke-12.

Dampak yang terasa terhadap adanya isu negatif ini adalah dari sisi investasi. Investor menjadi kurang tertarik untuk berinvestasi di Indonesia dan peluang negara ini untuk menjadi salah satu tujuan investasi dunia pun berkurang. Upaya perbaikan citra sebagai negara pengguna perangkat lunak legal yang masuk peringkat dunia akan mengakibatkan perbaikan iklim investasi di Indonesia.

Berbagai upaya telah dilakukan dalam memperbaiki citra ini. Pada tahun 2006 dibentuk Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI (Timnas HKI) berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 4/2006 yang tugas utamanya adalah menanggulangi pelanggaran HKI (Hak Kekayaan Intelektual) dengan menentukan kebijakan nasional dan langkah-langkah strategis yang dibutuhkan dalam penegakan HKI. Upaya lain pemerintah dalam usaha penegakan hukum ini tercermin dengan diluncurkannya program yang fokus dari Dewan TIK Nasional (DeTIKNas), yaitu flagship Legal Software, dengan tujuan untuk menggalakkan penggunaan perangkat lunak legal, baik dengan memanfaatkan perangkat lunak open source, free software maupun yang proprietary. Selain itu, ada juga pencanangan gerakan Indonesia Go Open Source! (IGOS) pada tahun 2004 yang merupakan upaya bersama dalam menggalang berbagai stakeholder akademisi, pebisnis, pemerintah dan komunitas untuk mengembangkan dan memanfaatkan perangkat lunak legal yang berbasis open source software.

Penegakkan sadar penggunaan perangkat lunak legal yang dicanangkan pemerintah tersebut tentunya tidak hanya berwawasan penanggulangan dengan melakukan swepping kepada pengguna perangkat lunak ilegal, akan tetapi juga pemerintah harus memberikan alternatif pilihan jalan keluar bagi para pengguna yang tidak mampu membeli lisensi perangkat lunak yang cukup mahal. Kemampuan keuangan pemerintah untuk mengoreksi citra negatif tersebut saat ini terbatas terlebih dengan keadaan ekonomi yang tidak menentu, seraya menuntut semua kalangan untuk lebih kreatif dalam mengembangkan usahanya, tidak terkecuali dalam penggunaan komputer—sebab komputer merupakan salah satu alat yang hampir pasti dibutuhkan oleh setiap organisasi. Ketepatan pemilihan perangkat lunak dan perangkat keras komputer sangat menentukan jumlah biaya dan sumber daya manusia (dari sisi kualitas dan kuantitasnya).

Ada beberapa alasan yang dapat dijadikan dasar untuk melirik upaya migrasi ke open source sebagai platform utama, antara lain:

Kemadirian. Pemilihan perangkat lunak open source menjadikan pengguna memiliki akses terhadap sumber kode, sehingga memberikan fleksibilitas dan kebebasan kepada pengguna individu atau instansi. Pengguna dapat memilih, mengganti dan mengembangkan paket perangkat lunak, berganti platform atau vendor yang berbeda dengan tanpa menimbulkan masalah.
Kesempatan mengejar ketertinggalan. Dengan sifatnya yang memiliki sumber kode terbuka, ini mengakibatkan para pengembang lokal (Indonesia) dapat lebih cepat dalam mengembangkan aplikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Dampak dari pengembangan perangkat lunak open source ini adalah percepatan kesempatan penyediaan lapangan kerja bagi tenaga ahli teknologi informasi (Tl) yang dapat menyumbang kepada Produk Domestik Bruto (PDB) secara signifikan.
Untuk kondisi Indonesia, kelebihan open source adalah adanya penghematan biaya bagi para pengguna. Komponen biaya yang dapat dihemat, antara lain, biaya bayar lisensi perangkat lunak, biaya yang harus keluar karena gangguan virus, biaya yang harus dikeluarkan ketika data hilang karena kesalahan program di sistem atau biaya paket perangkat lunak, upgrade dan service. Dari sisi biaya lisensi saja dapat dibayangkan berapa biaya yang dapat dihemat apabila diterapkan dalam jumlah jutaan komputer.
Berbagai alasan teknis, seperti skalabilitas penggunaan open source kini sudah sangat meluas, kinerja open source yang mampu berjalan dengan normal di mesin dengan kemampuan rendah, kehandalan yang dimiliki sistem operasi ini sudah tidak diragukan lagi, maupun keamanan sistem— di mana open source merupakan sistem yang terbuka, maka sangat kecil kemungkinan untuk dimasuki program program yang dapat merusak sistem.

Migrasi ke Open Source Software
Secara umum dalam melaksanakan penerapan perangkat lunak open source di lingkungan instansi pemerintah perlu dilakukan inventarisasi kebutuhan data dan pengguna yang meliputi: SDM dan edukasi, jenis berkas dan data, aplikasi yang ada, perusahaan penyedia layanan dan survei kondisi.

SDM merupakan hal yang penting di dalam kesuksesan implementasi TI. Hal ini dimaksudkan untuk memahami tingkat pengetahuan personal yang akan merawat dan mengadministrasi sistem. Pada dasarnya pelatihan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pelatihan sambil bekerja (on the job training) atau pelatihan di luar tugas kerja (off the job training). Materi pelatihan yang diberikan umumnya meliputi penggunaan perangkat lunak open source, perawatan perangkat lunak open source dan administrasi perangkat lunak open source.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian adalah berkas yang telah dibuat atau digunakan di instansi pemerintah di mana berkas ini harus dapat dibuka oleh perangkat lunak open source atau harus dicarikan program non open source jika tidak ditemukan program pengaksesnya di perangkat lunak open source. Selain itu perlu diperhatikan format data yang akan digunakan. Misalnya dokumen, apakah di masa mendatang akan tetap menggunakan format "de facto".doc standard, seperti MS Word dan Excel.xls atau menggunakan format standar yang lebih tepat (misalnya berbasiskan XML, seperti format Open Office). Di samping itu pemahaman tentang format ini memungkinkan persiapan penyediaan program konversi berkas yang dibutuhkan.

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi apikasi yang dipakai, yaitu aplikasi umum dan spesifik yang dikembangkan oleh instansi pengguna. Dalam mengidentifikasi perangkat lunak ini perlu pula diketahui perangkat lunak pengganti. Beberapa aplikasi yang sudah dapat digantikan oleh perangkat lunak open source, antara lain: sistem operasi dan Graphical User Interface (GUI); program aplikasi perkantoran (Office); program aplikasi Internet (email, browser, chatting); program pengolah gambar (vector atau pun bitmap); program database dan layanan internet dan intranet; dan program database.

Ketersediaan dukungan teknis (technical support) terhadap migrasi penggunaan perangkat lunak open source perlu dilakukan mengingat dalam proses migrasi ini tentunya banyak hal baru yang perlu mendapat bimbingan atau memecahkan permasalahan penggunaan. Dukungan tim teknis ini dapat dikelola oleh instansi sendiri ataupun dengan melibatkan perusahaan (misalnya, Usaha Kecil Menengah (UKM) jasa lokal yang bergerak di bidang dukungan teknis, pelatihan, pengembangan software dan kustomisasi software/hardware.

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah survei untuk mengetahui kondisi perangkat keras dan pendukung lain yang digunakan, jenis perangkat lunak yang digunakan, dan perangkat lunak pengganti.

Setelah dilakukan tahapan persiapan tersebut, ada 2 hal yang perlu dilakukan dalam migrasi ini, yaitu migrasi di sisi server dan desktop. Migrasi desktop lebih kompleks daripada server, karena banyak masalah. Misalnya, beragamnya jenis desktop dan pola penggunaan; jenis perangkat keras yang harus ditangani serta jenis aplikasi yang digunakan. Pemilihan jenis migrasi yang mana yang akan dilakukan tergantung dari tujuan pelaksanaan migrasi ini. Umumnya pelaksanaan migrasi dilaksanakan dari sisi server terlebih dahulu, baru kemudian dilakukan untuk komputer yang dipakai di sisi pengguna.

Secara umum langkah yang harus dilakukan dalam migrasi, antara lain:

Melakukan back up terhadap data/ dokumen perusahaan.
Melakukan instalasi sistem operasi open source di desktop.
Melakukan set up terhadap perangkat keras untuk disesuaikan dengan sistem operasi.
Melakukan instalasi sistem operasi open source di server.
Melakukan set up terhadap service-service yang ada di server.
Melakukan konversi terhadap data/dokumen dalam menyesuaikan environment sistem operasi.
Merampungkan pelatihan penggunaan baik untuk basic user dan advanced user. Pelatihan telah dimulai dari masa awal premigrasi, terutama bagian pengenalan operasi sistem dasar.
Melakukan finishing process.

Kendala yang Mungkin Terjadi
Dalam menerapkan suatu sistem yang baru, walau sangat bermanfaat, tentu pada awalnya akan menghadapi berbagai kesulitan. Dalam proses migrasi perangkat lunak legal ke open source tentunya akan menghadapi beberapa permasalahan. Apa saja? Pertama, adanya resistensi dari pengguna yang sudah terbiasa dengan produk perangkat lunak proprietary yang digunakan sebelumnya. Hal ini dianggap sebagai sesuatu yang menyulitkan dan proses adaptasinya akan memakan waktu. Mengubah kebiasaan yang sudah berlangsung lama bukanlah sesuatu usaha yang mudah.

Kedua adalah kemudahan untuk mendapatkan software ilegal di beberapa tempat penjual perangkat lunak. Walau saat ini banyak komputer yang dijual telah dilengkapi (dibundel) dengan suatu sistem operasi, aplikasi lain yang berjalan di atasnya yang sesuai dengan kebutuhan masih ada yang menggunakan software ilegal. Selama ada kemudahan dan ketersediaan perangkat lunak ilegal akan sulit melakukan migrasi dengan perangkat lunak open source. Kendala ketiga adalah adanya anggapan kendala dalam kompabilitas dengan hardware dan software lainnya.

Kesulitan dan kendala tersebut sebetulnya tidak perlu membuat kita bimbang. Ada beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan, yaitu: pertama, tingkat kompleksitas pengolahan dokumen sebenarnya tidak terlalu tinggi. Umumnya para pengguna hanya menggunakan fasilitas/menu-menu standar yang disediakan pada aplikasi. Dapat dikatakan hanya 60% dari semua fungsi yang disediakan. Selain itu pemanfaatan fungsi khusus yang disediakan pada menu aplikasi hanya digunakan oleh sebagian kecil pengguna. Fungsi-fungsi layanan pada menu perangkat lunak proprietary umumnya telah tersedia di perangkat lunak open source, bahkan untuk hal-hal tertentu lebih baik.

Kedua, beberapa perangkat lunak open source memiliki harga jual nol rupiah, karena dapat di-download secara legal dan tanpa dipungut biaya. Untuk layanan perawatan (maintanance) tetap harus membayar dan bagian utama yang diuntungkan adalah pihak penyedia jasa lokal (bangsa Indonesia), bukan seperti perangkat lunak proprietary yang lisensinya sepenuhnya dibayarkan ke pihak asing sebagaimana yang terjadi saat ini.

Dari segi kualitas, perangkat lunak open source juga tidak kalah dibandingkan dengan kualitas perangkat lunak yang umum dibajak. Kompatibilitasnya sangat baik, dalam arti lebih dari 95% dokumen yang telah dibuat sebelumnya dengan perangkat lunak perkantoran dapat langsung digunakan oleh perangkat lunak open source.

Jadi, tidak ada halangan bagi dunia usaha Indonesia untuk menggunakan software yang baik tanpa harus membajak, yaitu dengan memanfaatkan software open source yang mudah didapatkan dengan harga murah. Open source sebagai salah satu software legal dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhaan dan kemampuan finansial lembaga pemerintah, pendidikan dan bisnis di Indonesia. Kekurangan dalam hal dukungan teknis terhadap produk open source memberikan peluang kerja dan usaha yang terkait. Ketersediaan source code juga merupakan kesempatan untuk menguasai Tl atau meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, sehingga dapat dimanfaatkan dalam menghadapi persaingan global. Penguasaan software open source telah dan akan menjadikan bangsa Indonesia diakui setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Semoga. (Warta egov, No.01/Tahun IV/Juni-Agustus 2009/ humasristek)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar