Selasa, 11 Agustus 2009

SUMBANGAN PIKIRAN TENTANG SDM INDONESIA

SUMBANGAN PIKIRAN TENTANG SDM INDONESIA
Oleh Djamaludin Ancok


1. Pengantar

Tulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi permintaan Fakultas Hukum UII untuk memberikan masukan bagi penyusunan GBHN di bidang SDM. Tulisan ini hanyalah renungan sekilas tentang masalah SDM yang dipersiapkan untuk pembuka diskusi dalam memberikan masukan GBHN.

SDM dapat dilihat dari dua aspek. Pertama sebagai variabel independen (peneyebab) bagi produktivitas kerja dalam berbagai aspek kehidupan. Kedua, sebagai variabel dependen (dampak) dari pengaruh kualitas SDM sebagai variabel independen. Pada aspek kedua ini kualitas SDM dilihat dari output yang berupa kualitas hidup (quality of life).

Selain itu pembahasan tentang masalah SDM ini dapat pula dibagi dalam dua level, yakni pembahasan tentang SDM pada umumnya dan SDM birokrasi , baik aparatur birokrasi pemerintah maupun birokrasi di birokrasi non pemerintah (baik yang bersifat sosial maupun yang bersifat bisnis). Bahasan dalam makalah ini lebih menekankan pada SDM aparatur. Alasan penekanan pada aspek SDM aparatur karena aparatur birokrasi sangat sentral perannya di dalam menggerakkan roda pembangunan.



2. SDM Indonesia secara umum.

Tujuan kegiatan pembangunan pada dasarnya adalah untuk membangun kualitas kehidupan yang lebih baik. Dari segi ini kualitas SDM adalah dampak kegiatan pembangunan (sebagai variabel dependen)


3. SDM Aparatur birokrasi yang bagaimanakah ?

Kompetensi SDM masa depan harus disusun mengacu pada organisasi masa depan. Organisasi masa depan menghadapi permasalahan berikut:

1. Bila pada milenium kedua organisasi berfokus untuk membangun kemandirian, kini paradigma tersebut sudah ditinggalkan. Organisasi birokrasi, atau organisasi apapun (termasuk negara) tidak bisa menghindari ketergantungan dengan pihak lain. Pada level bawah apa yang dilakukan suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga yang lain. Apa yang terjadi di suatu negara akan mempengaruhi kehidupan di negara lain. Misalnya menguatnya nilai dollar atas mata uang negara lain, membuat ekonomi berbagai negara di Asia menjadi sulit. Dalam kondisi ekonomi yang demikian, akan lebih menguntungkan dan akan lebih menjamin keberlangsungan hidup organisasi, bila berbagai pihak melakukan kerja sama yang saling menguntungkan dalam suatu aliansi strategik (strategic alliances).

2. Oleh karena perubahan lingkungan strategik (politik, ekonomi, sosial, teknologi, dlll) yang begitu cepatnya, organisasi harus mampu belajar untuk beradaptasi pada perubahan lingkungan tersebut. Organisasi masa kini harus berfungsi sebagai organisasi belajar, dan tugas organisasi untuk meningkatkan peluang belajar bagi karyawan. Persaingan dalam bebrbagai aspek di masa kini dan masa depan bertumpu pada persaingan pengetahuan (knowledge based competition). Hanya melalui ‘knowledge management yang baik organisasi akan sukses. Di samping menyediakan sarana pendidikan dan pelatihan, organisasi harus pula membangun sikap mental mau berbagi ilmu dan informasi (information & knowledge sharing). Karyawan harus membangun jaringan hubungan sosial (social net-working) baik dengan sesama karyawan di dalam perusahaan, maupun dengan pihak stake-holder di luar perusahaan agar akumulasi pengetahuan (knowledge building) dapat berjalan cepat dan dapat memberikan nilai tambah untuk peningkatan kualitas kerja, kualitas produk dan kualitas pelayanan yang menguntungkan semua pihak (karyawan, pelangggan, dan stake holder lainnya). Dalam konteks ini barisan karyawan birokrasi harus memiliki sifat dan perilaku yang menunjang Good Governance . Sifat amanah, jujur, integritas, dedikasi, kedisiplinan, berpegang pada etika birokrasi yang baik adalah berbagai contoh aspek pendukung good governance. Rasa percaya pada pemerintah (Trust) hanya akan muncul bila sifat-sifat demikian ini dimiliki oleh SDM birokrasi. Kehancuran Republik Indonesia disebabkan oleh birokrasi selama 32 tahun dalam rejim Suharto, dan birokrasi sebelum regjim Suharto tidak memiliki ciri-ciri ini.

3. Salah satu bentuk adaptasi organisasi terhadap tuntutan perubahan lingkungan strategik adalah sebagai berikut: (1) Organisasi berubah visi, misi, dan valuesnya. (2) Organisasi berubah strukturnya, dari functional organization menuju ‘cross-functional organization’, (3) Cara kerja organisasi berubah dari kerja individual menjadi kerja tim (team based organization), (4) rancangan kerja organisasi berubah dari ‘task based’ menuju ‘process based’.

4. Berubahnya struktur dan mekanisme kerja organisasi menuntut karyawan untuk memiliki wawasan baru, pengetahuan dan skill baru. Selain itu karyawan perlu memiliki sikap mental baru, menggunakan pola pikir baru, dan cara kerja baru yang seuai dengan kebutuhan organisasi. Untuk mampu beradaptasi pada situasi bisnis yang baru karyawan harus kreatif, inovatif, proaktif, dan berwawasan entrepreneurial.

5. Untuk mengebangkan kualitas pengetahuan dan wawasan budaya kerja baru, orientasi kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi harus berubah dari kepemimpinan yang bergaya ‘command and control’ kearah kepemimpinan yang bergaya partisipatif. Kepemimpinan yang demikian akan membunuh kreatifitas dan inovasi. Kondisi demikian ini akan menutup peluang berkembangnya pengetahuan baru yang dapat menambah nilai tambah organisasi bagi stake holders. Selain itu orientasi kepemimpinan model lama, yang lebih terpusat pada ‘one person’, harus dirubah menjadi kepemimpinan yang berorientasi pada ‘leadership from everybody’. Untuk ini organisasi harus memberikan pemberdayaan yang besar pada semua lini kepemimpinan yang ada dalam organisasi.

6. Investasi dalam pengembangan manusia adalah strategi terbaik untuk keunggulan organisasi. Keunggulan organisasi dalam konteks global antara lain adalah keunggulan dalam hal pelayanan pada customer yang melebihi harapan customer, karyawan yang sadar biaya, karyawan yang mampu bekerja dengan kecepatan tinggi, karyawan yang memiliki kemampuan pengelolaan stres yang tinggi. Pelatihan adalah salah satu sarana uutama untuk membangun manusia yang memiliki ciri seperti itu. Berbagai penelitian yang dilaporkan para pakar dalam berbagai tulisan menunjukkan adanya hubungan antara peningkatan kualitas karyawan dengan efektivitas organisasi. Hal yang demikian ini berarti bahwa pelatihan manusia yang efektif akan merupakan investasi yang meningkatkan kinerja organisasi.

7. Karyawan semakin perlu untuk mengembangkan dirinya untuk meningkatkan dirinya agar lebih siap untuk menghadapi perubahan. Perubahan lingkungan startegik yang menyebabkan perubahan dalam struktur dan cara kerja organisai seringkali memakan korban yang berupa hilangnya kesempatan kerja bagi karyawan. Pemberlakuan UU. No 22, tahun 1999 tentang Otonomi Daerah Karyawan yang kehilangan kesempatan kerja ini adalah karyawan yang tidak memiliki pengetahuan dan sikap mental yang sesuai dengan tuntutan perubahan. Dengan adanya pelatihan karyawan akan lebih adaptif pada perubahan. Selain itu pengembangan diri karyawan melalui pelatihan dapat meningkatkan kepuasan dalam dirinya dan peningkatan nilai tambah pribadi (marketability). Pengembangan diri karyawan akan membuat karyawan merasa pengetahuan yang dia miliki akan memberikan pengaruh yang bermakna pada pekerjaan. Hal ini akan menjadi faktor motivasi yang bersifat intrinsik (dari dalam diri karyawan).

8. Kondisi kehidupan masa depan dengan perubahan lingkungan strategik super cepat akan menimbulkan banyak masalah sosial dan psikologis. Perubahan paradigma dari yang lama ke yang baru akan menimbulkan berbagai goncangan sosial dan psikologis yang memerlukan uapaya untuk menanganinya. Di duga tingkat stres kehidupan karyawan akan semakin tinggi, karena persaingan hidup yang makin ketat. Ketegangan emosi yang amat tinggi akan menyebakan manusia mudah marah, lari ke alkohol, narkotik, atau mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Godaan untuk melakukan pelanggaran (korupsi, kolusi, nepotisme) akan semakin besar karena meningkatnya kebutuhan untuk menonjol secara materi.


Kondisi SDM aparatur saat ini.

Bila kita simpulkan uraian di atas untuk kepentingan UU. N0 22, tahun 1999; Good Governance, dan Era perdagangan bebas (globalisasi) diperlukan manusia yang memiliki kompetensi yang merupakan kapital manusia (human capital) seperti berikut:

Kapital intelektual

Kapital intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukaan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan. Banyak pakar yang mengatakan bahwa kapital intelektual sangat besar peranannya di dalam menambah nilai suatu kegiatan. Berbagai organisasi yang unggul dan meraih banyak prestasi adalah organisasi yang terus menerus mengembangkan sumberdaya manusianya.

Manusia harus memiliki sifat proaktif dan inovatif untuk mengelola perubahan lingkungan kehidupan (ekonomi, sosial, politik, teknologi, hukum dll) yang sangat tinggi kecepatannya. Mereka yang tidak beradaptasi pada perubahan yang super cepat ini akan dilanda kesulitan. Pada saat ini manusia, organisasi, atau negara tidak lagi berlayar di sungai yang tenang yang segala sesuatunya bisa diprediksi dengan tepat. Kini sungai yang dilayari adalah sebuah arung jeram yang ketidakpastian jalannya perahu semakin tidak bisa diprediksi karena begitu banyaknya rintangan yang tidak terduga. Dalam kondisi yang ditandai oleh perubahan yang super cepat manusia harus terus memperluas dan mempertajam pengetahuannya. dan mengembangkaan kretifitasnya untuk berinovasi.

Al-Quran mewajibkan setiap manusia untuk banyak membaca guna mengembangkan kapital intelektualnya. Ayat Al-Quran yang pertama kali turun adalah perintah untuk membaca. :Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. (Al-Alaq ayat 1). Banyak ayat-ayat Al-Quran lainnya yang senada, misalnya dalam surat Ali Imran, ayat ke 190-191 Allah berfirman:

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalahkami dari siksa neraka”.

Kondisi SDM aparatur kita pada umumnya belum memiliki kemauan yang besar untuk terus belajar. Akibatnya kapital intelektual yang dimiliki mereka tidak berkembang. Akibatnya mereka hanya menggunakan paradigma lama di dalam bekerja. Paradigma lama ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Bukti formal untuk mendukung asumsi ini adalah kecilnya proporsi SDM aparatur yang berpendidikan di atas S-1. Penyebabnya antara lain kurang tersedianya kesempatan (karena memang tidak diciptakannya kesempatan) atau rendahnya minat untuk menempuh pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi. Kalaupun ada minat untuk sekolah ketingkat S-2 atau S-3 pada sebagian mereka hanya untuk menambah gelar bukan untuk meningkatkan kualitas diri. Bukto untuk asumsi ini adalah banyaknya karyawan yang mengambil jalan pintas dengan kursus pada lembaga pendidikan yang avonturir yang hanya ‘menjual’ gelar.


Kapital Sosial

Organisasi birokrasi adalah institusi yang merupakan kumpulan orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Efektivitas kerja aparatur sangat tergantung kemampuan membangun kerjasa ini. Intelektual kapital baru akan tumbuh bila masing-masing orang berbagi wawasan. Untuk dapat berbagi wawasan orang harus membangun jaringan hubungan sosial dengan orang lainnya. Kemampuan membangun jaringan sosial inilah yang disebut dengan kapital sosial. Semakin luas pergaulan seseorang dan semakin luas jaringan hubungan sosial (social networking) semakin tinggi nilai seseorang.

Kapital Sosial dimanifestasikan pula dalam kemampuan untuk bisa hidup dalam perbedaan dan menghargai perbedaan (diversity). Pengakuan dan penghargaan atas perbedaan adalah suatu syarat tumbuhnya kreativitas dan sinergi. Kemampuan bergaul dengan orang yang berbeda, dan menghargai dan memanfaatkan secara bersama perbedaan tersebut akan memberikan kebaikan buat semua. Dalam ajaran Islam setiap manusia diminta membangun silaturahmi. Karena silaturahmi akan memberikan kebaikan. Ide kreatif seringkali muncul melalui diskusi. Demikian pula peluang bisnis seringkali terbuka karena adanya jaringan hubungan silaturahmi.

Perintah tentang membangun kapital sosial ini sangat dianjurkan oleh agama seperti yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Quran berikut ini:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu kenal mengenal (Al Hujarat, ayat 13).

Dalam hal kapital sosialpun SDM aparatur kita masih belum memiliki social skill yang baik. Banyak aparatur yang sangat arogan, merasa berkuasa, tidak menghargai manusia lainnya seperti layaknya seorang yang beretika baik. Demikian pula dalam pekerjaan hirarki jabatan telah menjadikan aparatur semena-mena dengan bawahannya. Dalam menyelesaikan konflik pendekatan yang dipakai lebih bersifat win-lose (menang-kalah) bukan sama-sama menang (win-win). Selain itu aparatur bekerja sangat terkotak-kotak tidak melihat dirinya sebagai bagian dari kesuksesan bersama.


Kapital ‘Lembut’ (soft capital)

Kapital lembut disebut dengan “soft capital” adalah kapital yang diperlukan untuk menumbuhkan kapital sosial dan kapital intelektual. Hancurnya bangsa ini karena tidak adanya sifat amanah, sifat jujur, beretika yang baik, bisa dipercaya dan percaya pada orang lain (trust), mampu menahan emosi, disiplin, pemaaf, penyabar, ikhlas, dan selalu ingin menyenangkan orang lain. Sifat yang demikian ini sangat diperlukan bagi upaya untuk membangun masyarakat yang beradab dan berkinerja tinggi.

Islam sangat menyarankan manusia untuk mengembangkan soft capital. Banyak ajaran agama yang ditulis dalam Quran dan hadist agar manusia memiliki sifat yang demikian. Salah satu ayat dalam Al-Quran yang menggambarkan ciri orang yang takwa dan menjadi penghuni surga adalah seperti berikut:

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapangmaupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang yangberbuat kebajikan. (Ali Imran, ayat 133-134)

Bagi orang Islam ketiga kapital yang dibicarakan di atas adalah bagian dari ekspresi keimanan dan ketaqwaan. Semakin tinggi iman dan takwa seseorang semakin tinggi pula ke tiga kapital di atas. Agama akan menjadi pembimbing kehidupan agar tidak menjadi egostik yang orientasinya hanya memikirkan kepentingan dirinya sendir dengan melanggar kaidah agama dan moralitas.

Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan kualitas keagamaan adalah bagian mutlak dan utama bagi tumbuhnya masyarakat yang makmur dan sejahtera serta aman dan damai.



Konsep Pengembangan Kualitas SDM Aparatur.

Pengembangan kompetensi aparatur pada ketiga aspek besar human capital (kapital manusia) tidak bisa dipisah-pisahkan ketiga hal harus dilakukan secara bersama-sama secara kontinyu.



Intelekttual Kapital:

Pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, S-1, S-2 dan S-3 perlu semakin digalakkan pada aparatur pemerintah. Sejauh ini kebutuhan akan aparatur pemerintah yang berpendidikan tinggi di ambil dari Universitas. Akibatnya pemanfaatan di Birokrasi dan Universitas menjadi kurang dan memberikan sinergi yang negatif. Mutu Universitas jadi turun karena dosen sibuk jadi pejabat. Demikian pula dengan mutu birokrasinya pekerjaan sering ditinggalkan karena pergi mengajar. (Tentu saja kondisi ini tidak mudah mengatasinya karena gaji PNS sangat rendah sehingga dosen harus mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dengan menjadi pejabat atau menjadi pengusaha/konsultan)

Selain itu pengembangan kapital intelektual tidak selalu harus melalui pendidikan formal. Wawasan intelektual juga dapat dipupuk melalui seminar ilmiah di bidang profesi, mewajibkan aparatur untuk menulis makalah dan mengirimkannya ke penerbitan jurnal atau panitia seminar. Mengundang pakar birokrasi atau bidang lainnya yang terkait untuk memberikan ceramah di bidang perkembangan terakhir dunia birokrasi. Cara yang lain adalah membangun masyarakat pengetahuan (knowledge society) di dalam birokrasi pemerintah di mana sharing (saling berbagi) pengetahuan sangat dikembang dengan menyediakan perangkat teknologi pengembangan pengetahuan (information technology, multi-media, fasilitas internet dll.)



Kapital Sosial

Proses pendidikan SDM masa depan harus lebih banyak berisi komponen membangun kapital sosial ini. Beberapa tahun terakhir ini makin banyak pembicaraan tentang pentingnya peranan inteligensi emosional (emotional intelligence) di dalam menunjang kesuksesan hidup manusia (Goleman, 1996). Upaya untuk menumbuhkan kapital sosial banyak ditempuh melalui paket pelatihan inteligensi emosional, paket pelatihan Seven Habits of Highly Effective People. Saya rasa sudah saatnya lembaga birokrasi pemerintah mewajibkan aparaturnya untuk mengikuti paket pengembangan kepribadian seperti itu. Karena sifatnya sangat praktis dan segera terasa manfaatnya.

Selain itu pelatihan team building melalui pendekatan pelatihan ‘outdoor/ outbound management training. Pelatihan dengan pengalaman langsung (experiential learning) di alam teruka menjadi semakin diperlukan. Mohon diperhatikan ini bukan pelatihan ‘kesamaptaan’ yang dilakukan oleh militer. Pelatihan kesamaptaan yang dilakukan selama ini menurut saya akan ikut membuat aparatur kaku dan tidak ramah dengan masyarakat. Pelatihan demikian harus ditingglakn dan diganti dengan pelatihan outbound yang diusulkan di atas. Pelatihan model ini akan memudahkan untuk memahami betapa pentingnya kehadiran orang lain bagi kesuksesan bersama sebagai bangsa.

Pelatihan lain yang sangat diperlukan adalah pelayanan prima (service excellence). Aparatur pemerintah adalah pelayan masyatakat bukan penindas masyarakat seperti zaman orde baru. Oleh karena itu mereka memerlukan kemampuan melayanani orang lain dengan baik.

Kapital lembut.

Kini semakin banyak organisasi bisnis yang menggunakan pendekatan agama di dalam membangun kualitas kerja karyawan. Sebagai contoh PT. Kereta Api Indonesia mewajibkan karyawannya ikut kegiatan pesantren selama satu minggu. Hasilnya sangat menggembirakan. Misalnya karyawan yang sulit di atur, dan moralitasnya kurang baik, setelah dipesantrenkan perilaku mereka lebih baik. Pengalaman religius selama di pesantren akan sangat berbekas di dalam membangun integritas diri. Kalau kegiatan ini dilakukan berulang-ulang untuk orang yang sama mungkin akan ;ebih berhasil.

Aparatur pemerintah Bank Indonesia juga memasukkan pendidikan agama dalam kegiatan pelatihan outbound, walaupun dalam intensitas yang kecil.


Penutup

Pengembangan aparatur SDM sebagus apapun belum tentu akan membuat karyawan bekerja dengan baik. Kalau habitat di mana mereka bekerja tidak mendukung pemunculan perilaku yang baik maka akan sirnalah hasil pengembangan SDM. Oleh karena itu penataan aspek lain seperti struktur organisasi yang luwes, sistim pernilaian prestasi kerja, sistim pengembangan karir dan kompensasi yang mengacu pada kompetensi, bukan pada senioritas perlu diberlakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar